
Maluku – Sebuah pulau muncul https://www.aa-tv.com/ di permukaan air di Kabupaten Kepulauan Tanimbar, Maluku, pascagempa berkekuatan magnitudo (M) 7,5 pada Selasa, 10 Januari 2023 dini hari. Kepala Desa Teinaman Kecamatan Tanimbar Utara, Bony Kelmaskossu, dikutip dari Antara mengatakan, masyarakat Desa Teinaman panik dan takut sehingga mengungsi untuk sementara waktu.
Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) menyatakan kemunculan pulau tersebut sebagai fenomena alam biasa.
Warga di Desa Teinema, Kecamatan Wuar Labobar pun sempat merasa cemas mengetahui adanya fenomena tersebut. “Ini dia (dataran) muncul dari bawah laut dan ini dia terbentuk dari lumpur akibat gempa semalam,” kata Kepala Desa Teinem Boni Kelmaskosu, Selasa (10/1/2023).
Kepala Dinas (Kadis) komunikasi dan informasi (Kominfo) KKT, Junus Frederick Batlayeri mengatakan, warga setempat menganggap itu merupakan fenomena aneh yang disaksikan pasca gempa terjadi.
“Kami lihat ada timbul keanehan-keanehan setelah gempa,” kata Frederick melalui telepon, Selasa siang.
Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Maluku Herfian Samalehu mengemukakan, kemunculan dataran yang membentuk pulau baru di Tanimbar setelah gempa itu bisa disebabkan karena deformasi regional. Dia memberi contoh, naiknya dataran saat gempa mengguncang Lombok, NTB. Gempa saat itu mengakibatkan fenomena naiknya Pulau Lombok sebesar 25 sentimeter dari permukaan berdasarkan indikasi peta satelit. “Jadi fenomena ini bisa terjadi pasca-gempa bumi yang menyebabkan deformasi regional,” kata Herfien yang juga merupakan lulusan Doktor Teknik Geologi Universitas Gadja Mada (UGM), Selasa.
Diduga hal yang sama terjadi saat gempa terjadi di Tanimbar, Selasa (10/1/2023). “Dalam hal ini kenaikan daratan di Teinema, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, merupakan blok yang naik secara keseluruhan dalam hal ini tidak berpengaruh signifikan terhadap wilayah Tanimbar,” ujar dia. Menurutnya, fenomena serupa juga pernah terjadi di Nias dan Aceh beberapa tahun lalu. Herfien mengatakan fenomena kemunculan pulau baru tersebut tidak menyebabkan bahaya ikutan berupa longsoran skala masif, gerakan tanah disertai likuifaksi, atau tsunami.
Ketua Ikatan Ahli Geologi Indonesia (IAGI) Maluku Herfian Samalehu mengemukakan, kemunculan dataran yang membentuk pulau baru di Tanimbar setelah gempa itu bisa disebabkan karena deformasi regional. Dia memberi contoh, naiknya dataran saat gempa mengguncang Lombok, NTB. Gempa saat itu mengakibatkan fenomena naiknya Pulau Lombok sebesar 25 sentimeter dari permukaan berdasarkan indikasi peta satelit. “Jadi fenomena ini bisa terjadi pasca-gempa bumi yang menyebabkan deformasi regional,” kata Herfien yang juga merupakan lulusan Doktor Teknik Geologi Universitas Gadja Mada (UGM), Selasa.
“Dalam hal ini kenaikan daratan di Teinema, Kabupaten Kepulauan Tanimbar, merupakan blok yang naik secara keseluruhan dalam hal ini tidak berpengaruh signifikan terhadap wilayah Tanimbar,” ujar dia. Menurutnya, fenomena serupa juga pernah terjadi di Nias dan Aceh beberapa tahun lalu. Herfien mengatakan fenomena kemunculan pulau baru tersebut tidak menyebabkan bahaya ikutan berupa longsoran skala masif, gerakan tanah disertai likuifaksi, atau tsunami.
“Seperti yang pernah terjadi pada kasus gempa tsunami Aceh tahun 2004, munculnya pulau dengan ketinggian mencapai tiga meter,” katanya. Dalam kejadian di Tanimbar, kemungkinan laut dangkal sehingga ketika gempa menyentak, maka dasar laut dangkal ini bisa menyembul ke atas permukaan laut menjadi pulau baru. “Untuk mengonfirmasi prosesnya seperti apa sebelum kejadian gempa, kemungkinan masyarakat sudah mengamati apakah laut dangkal relatif dekat dengan permukaan air sehingga dengan sekali hentakan kejadian gempa, maka kemudian seolah-olah muncul menjadi pulau baru,” katanya.
Eko Yulianto selaku Peneliti dari Pusat Riset Geoteknologi Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN) menyatakan fenomena pulau baru di Desa Teinaman setelah gempa 7,5 SR mengguncang Maluku diakibatkan patahan gempa bumi.
“Pembentukan pulau baru terjadi dalam istilah geologi disebut patahan, dimana proses pengangkatan penurunan daratan terjadi akibat mekanisme siklus gempa,” katanya ketika dihubungi ANTARA dari Ambon, Selasa.
Ia mengatakan pengangkatan dan penurunan daratan oleh mekanisme siklus gempa, disebabkan dua fase utama yakni inter seismic merupakan fase awal gempa bumi dan fase coseismic adalah fase ketika gempa tektonik terjadi.
“Seperti yang pernah terjadi pada kasus gempa tsunami Aceh tahun 2004, munculnya pulau dengan ketinggian mencapai tiga meter,” katanya.
Fenomena munculnya pulau baru di Tanimbar, besar kemungkinan sebelum munculnya pulau baru, laut dangkal sehingga ketika gempa menyentak, maka dasar laut dangkal ini bisa menyembul ke atas permukaan laut menjadi pulau baru.
Baca Juga : Tergiur Memiliki Uang Yang Banyak, 2 Anak Dibawah Umur Ini Tega Membunuh Temannya
“Untuk mengkonfirmasi prosesnya seperti apa sebelum kejadian gempa, kemungkinan masyarakat sudah mengamati apakah laut dangkal relatif dekat dengan permukaan air sehingga dengan sekali hentakan kejadian gempa, maka kemudian seolah-oleh muncul menjadi pulau baru,” katanya.
Pada prinsipnya, kata Eko, hampir seluruh kepulauan di Indonesia sebagian besar terbentuk karena proses tektonik dan vulkanik, mengakibatkan semua yang berada di bawah laut, dalam satu masa muncul ke atas permukaan laut.
Indonesia merupakan negara yang memiliki gunung api paling banyak di dunia dan proses pembentukan gunung itu menjadi salah satu faktor yang kemudian menyebabkan munculnya daratan keluar dari lingkungan perairan atau laut.
Kemudian faktor kedua, disebut sebagai tektonik karena pengangkatan daratan itu secara perlahan-lahan, juga secara cepat mengikuti siklus gempa bumi.
“Saat energi terkumpul melampaui plastisitas kerak bumi, kerak patah dan terangkat menjadi pulau baru,” katanya.*